Sabtu, 13 November 2010

Musik Gambang Kromong


Nama gambang kromong diambil dari nama alat music yaitu gambang dan kromong. Ia juga merupakan paduan yang serasi antara unsure pribumi dan Cina. Unsur Cina tampak pada instrument seperti tehyan, kongahyan dan sukong, sementara unsur pribumi berupa kehadiran instrument seperti gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek, dan ningnong. Memang, pada mulanya gambang kromong adalah ekspresi kesenian masyarakat Cina peranakan saja. Sampai awal abad ke – 19 lagu – lagu gambang kromong masih dinyanyikan dalam bahasa Cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke – 20 retepertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa Betawi. Belakangan dalam setiap pergelarannya gambang kromong selalu membawakan lagu-lagu khasanah Cina dan Betawi. Seperti lagu-lagu instrumental (phobin) berjudul Ma Tsu Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Tan, Ban Liauw, dan “lagu sayur” berjudul, antara lain, Cente Manis, Kramat Karem, Sirih Kuning, Glatik Nguknguk, Surilan, Lenggang Kangkung, Kudehel, Stambul Jampang, dan Jali-jali Kembang Siantan.

Gambang kromong sangat terbuka menerima kemungkinan pengembangan. Itulah sebabnya dikenal gambang kromong kombinasi. Gambang kromong kombinasi karena susunan alat music asli ditambah atau di kombinasikan dengan alat music barat, seperti : gitar, Gitar Melodi, Bass, Organ, Saksofon, drum, dan sebagainya. Gambang kromong kombinasi dapat memenuhi keinginan penonton. Dapat dibawakan jenis lagu dangdut, kroncong, pop, bahkan gambus.

 Seniman music pop pun bias mempopulerkan lagu-lagu gambang kromong, seperti Benyamin S, Ida Royani, Lilis Suryani, Herlina Effendi, dan lainnya. Sementara tokoh gambang kromong yang pernah dan masih dikenal sampai saat ini adalah Liem Lian Pho (pemimpin rombongan “Selendang Delima”), Suryahanda (pemimpin rombongan “Naga Mustika), Samen Acep, Marta (pemimpin rombongan “putra cijantung”, sbelumnya dipimpin oleh Nya’at), Amsar (pemimpin rombongan “Setia Hati” dari Bendungan Jago), Samad Modo (pemimpin rombongan “Garuda Putih”), L. Yu Hap, Tan Kui Hap, dan Jali Jalut.

Jumat, 12 November 2010

PROFIL SENI BUDAYA JAKARTA



Sebagai Ibukota Negara Indonesia Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Busantara dan dunia. Meskipun begitu, etnik Betawi di duga sebagai penduduk yang paling awal mendiami kawasan ini, paling tidak sejak abad ke – 2. Dalam buku Penelusuran Sejarah Jawa Barat (Dinas Kebudayaan Jawa Barat, 1984) disebutkan sebuah kerajaan bernama Salakanagara yang didirikan oleh Aki Tirem sudah berdiri di tepi sungai Warakas, Jakarta Utara, Aki Tirem kemudian mengangkat menantunya Dewawarman menjadi raja. Seorang pelawat asal Tiongkok, Fa Shien pun pada abad ke-5 mencatat kegiatan komunitas masyarakat yang mendiami daerah aliran sungai Ciliwung. Merekalah yang kemudian dinamakan manusia proto Melayu Betawi.

Jakarta kemudian dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu dan dari beberapa daerah lainnya, disamping orang – orang Cina, Belanda, Portugis, dan lain – lain. Mereka membawa serta adat - istiadat dan tradisi budaya dan kesenian yang lain lagi. Bahsa yang digunakan untuk berkomunikasi antar – penduduk adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis yang lebih dari satu abad lamanya malang melintang berniaga sambil menyebarkan kekuasaan di Nusantara. Jakarta adalah juga “panci pelebur” (melting pot) dimana banyak kebudayaan dan kesenian dari beerbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu, saling mempengaruhi, melebur dan menjadi identitas baru : masyarakat Betawi atau Orang Betawi.

Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budayanya yang makin lama semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis yang lain. Namun bila dikaji secara mendalam akan tampak unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian dan kebudayaan Betawi sering menunjukkan persamaan dengan kebudayaan dan kesenian daerah atau bangsa lain. Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan seni budaya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaan itu.

Demikian pula sikapnya terhadap kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaaan yang paling kuat mengungkapkan cirri-ciri kebetawian, terutama pada seni pertunjukkan. Berbeda dengan kesenian kraton yang merupakan hasil karya para seniman istana dan terkesan adiluhung, kesenian Betawi justru tumbuh dan berkembang dikalangan rakyat secara spontan dengan segala kesederhanaan. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat.


Post By : Denta Mandra PB,S.Ds
Foto : Dokumentasi pribadi